Jakarta, 14 November 2025 — Polemik mengenai keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali mencuat di ruang publik, meski klarifikasi resmi dari berbagai pihak telah berkali-kali disampaikan. Isu ini pertama kali muncul beberapa tahun lalu, dipicu oleh tuduhan sejumlah individu di media sosial yang menyebut ijazah presiden tidak valid.

Namun, berbagai lembaga terkait — mulai dari Universitas Gadjah Mada (UGM), tempat Jokowi menempuh pendidikan, hingga lembaga peradilan — telah menegaskan bahwa ijazah Presiden Jokowi adalah asli dan sah secara hukum.

Dalam keterangan resminya, pihak UGM menyatakan bahwa Joko Widodo tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan dan lulus pada tahun 1985. Universitas juga memegang arsip akademik lengkap yang mencakup data registrasi, nilai, hingga dokumen kelulusan. “Pak Jokowi memang benar pernah berkuliah dan lulus di UGM. Semua datanya ada di sistem kami,” kata seorang pejabat universitas dalam wawancara dengan media nasional.

Pada tahun 2022, sempat muncul gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menuding ijazah presiden palsu. Namun, majelis hakim menolak gugatan tersebut karena tidak ada bukti konkret yang mendukung tuduhan itu. Pengadilan menilai penggugat gagal menunjukkan dasar hukum dan fakta yang bisa diverifikasi. Dengan demikian, perkara tersebut dianggap tidak berdasar dan tidak memiliki nilai pembuktian.

Meski secara hukum isu ini sudah selesai, perdebatan di media sosial terus berlanjut. Sejumlah akun masih menyebarkan klaim lama yang telah terbantahkan, sehingga pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengambil langkah hukum terhadap penyebar hoaks. Kominfo menegaskan bahwa informasi yang menyesatkan dapat dikenai sanksi sesuai dengan Undang-Undang ITE.

Pihak Istana Kepresidenan juga menegaskan bahwa Presiden Jokowi tidak akan menanggapi isu yang tidak memiliki dasar fakta. “Presiden memilih fokus pada pekerjaan dan pelayanan publik. Soal ijazah, sudah jelas dan tidak perlu diperdebatkan lagi,” ujar Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana.

Pengamat politik menilai kemunculan isu lama ini tidak lepas dari dinamika politik menjelang tahun politik baru. Menurut analis komunikasi politik Universitas Indonesia, Ade Firmansyah, isu pendidikan dan identitas sering dimanfaatkan untuk mengguncang kepercayaan publik terhadap pemimpin yang sedang berkuasa. “Tuduhan tanpa bukti biasanya diarahkan untuk memengaruhi opini, bukan untuk mencari kebenaran,” ujarnya.

Sementara itu, masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati dalam menerima informasi yang beredar secara daring. Banyak konten yang tampak meyakinkan, namun tidak memiliki dasar verifikasi. Pemerhati media digital menilai kasus ini menjadi contoh nyata pentingnya literasi digital di tengah derasnya arus informasi politik.

Dengan adanya pernyataan resmi dari UGM dan keputusan pengadilan, isu ijazah palsu Presiden Jokowi dapat dikatakan tuntas secara hukum dan fakta. Namun, kasus ini tetap menjadi pengingat bahwa di era media sosial, fitnah dapat menyebar lebih cepat daripada klarifikasi — dan tanggung jawab publiklah untuk memastikan kebenaran sebelum menyebarkan informasi.