Kondisi di Jalur Gaza semakin kritis akibat konflik yang terus berlangsung antara Israel dan kelompok Hamas. Serangan udara, blokade, dan aksi militer yang dilakukan kedua belah pihak telah menyebabkan ribuan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur yang parah. Di sisi lain, konflik ini juga menciptakan tekanan besar di dalam negeri Israel, di mana masyarakat mulai menyalahkan pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu atas kegagalan menangani krisis ini.
Eskalasi Konflik di Gaza
Konflik yang telah berlangsung berbulan-bulan ini kembali memanas dengan serangan lintas batas yang intens. Kelompok Hamas terus melancarkan serangan roket, sementara Israel merespons dengan serangan udara yang menargetkan basis militer dan fasilitas Hamas di Gaza. Namun, korban utama dari konflik ini adalah warga sipil, baik di Gaza maupun Israel, yang menghadapi ancaman kematian, kehilangan tempat tinggal, dan kekurangan kebutuhan dasar.
Sejumlah upaya internasional untuk mencapai gencatan senjata, yang dimediasi oleh Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat, menghasilkan jeda kemanusiaan sementara pada November 2024. Kesepakatan ini berhasil membebaskan beberapa tahanan dari kedua belah pihak, tetapi ketegangan tetap tinggi, dan negosiasi lebih lanjut terhenti
Gelombang Protes di Israel
Situasi di Gaza juga menimbulkan dampak politik yang signifikan di Israel. Ribuan warga Israel menggelar aksi protes di berbagai kota besar, termasuk Tel Aviv, Haifa, dan Kfar Saba. Demonstrasi ini menyoroti kemarahan masyarakat terhadap Netanyahu, yang dianggap gagal mengakhiri konflik atau melindungi warga Israel yang menjadi sandera di Gaza.
Di Tel Aviv, ribuan demonstran menutup Jalan Raya Ayalon, menyerukan pengunduran diri Netanyahu. Sementara itu, di Haifa dan Kfar Saba, ratusan orang memprotes kebijakan pemerintah yang dianggap tidak efektif. Keluarga dari sandera yang ditahan Hamas juga menggelar aksi protes di dekat kediaman resmi Netanyahu, mendesak pemerintah untuk bertindak lebih cepat dalam membebaskan mereka
Kritik terhadap Netanyahu
Kritik terhadap Netanyahu tidak hanya datang dari masyarakat sipil tetapi juga dari kalangan politisi oposisi. Pemerintahannya dinilai lamban dalam menangani konflik dan gagal memberikan solusi diplomatik yang efektif. Selain itu, Netanyahu juga dianggap terlalu fokus pada langkah militer tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap stabilitas kawasan.
Beberapa politisi oposisi menyerukan pemilu baru, dengan harapan menggantikan Netanyahu dan membentuk pemerintahan yang lebih mampu menangani tantangan di Gaza. “Pemerintah ini telah kehilangan legitimasi. Netanyahu harus mundur demi masa depan Israel,” ujar salah satu pemimpin oposisi dalam sebuah wawancara
Dampak Konflik terhadap Masyarakat Gaza dan Israel
Di Gaza, blokade yang diperketat Israel membuat bantuan kemanusiaan sulit masuk. Warga Gaza menghadapi kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan, sementara rumah sakit kewalahan menangani jumlah korban. Di Israel, ancaman serangan roket menciptakan rasa tidak aman di kalangan masyarakat, terutama di kota-kota yang dekat dengan perbatasan Gaza.
Upaya Internasional untuk Mengatasi Krisis
Mesir dan Qatar, dengan dukungan Amerika Serikat, terus berupaya mendorong tercapainya gencatan senjata yang lebih permanen. Namun, perbedaan tuntutan antara Israel dan Hamas menghambat tercapainya kesepakatan. Hamas menuntut penghentian total blokade Gaza sebagai syarat untuk menghentikan serangan, sementara Israel menginginkan jaminan keamanan dan pembebasan seluruh sandera terlebih dahulu
Penutup
Situasi di Gaza dan dampaknya terhadap politik domestik Israel menunjukkan kompleksitas konflik ini. Dengan tekanan internasional yang terus meningkat dan gelombang protes di dalam negeri, masa depan pemerintahan Netanyahu tampak semakin tidak pasti. Meski begitu, jalan menuju perdamaian masih panjang dan membutuhkan kerja sama erat dari berbagai pihak untuk mengakhiri penderitaan yang telah berlangsung bertahun-tahun.
Untuk informasi lebih lanjut, baca melalui sumber berikut: Republika, Tempo, dan Suara.